Beranda | Artikel
Dukun Dan Perkara Ghaib
Rabu, 16 Agustus 2006

DUKUN DAN PERKARA GHAIB

Biarpun dunia telah memasuki zaman millennium, yang kata orang sebagai zaman serba canggih dengan segala perangkatnya. Ternyata tidak sedikit orang yang terjebak dan mempercayai permainan omong kosong apa yang disebut dengan nama ‘dukun’. Ada yang menyebutnya dengan istilah ‘orang pintar’, paranormal maupun tukang ramal nasib. Yang dipercayai dapat mengetahui nasib seseorang atau perihal ghaib lainnya. Bukankah hal itu tidak lebih sebagai tipu daya belaka terhadap pasien atau orang-orang yang bertanya dan mempercayai kepadanya. Lantas, bagaimanakah sang dukun mengetahui hal yang ghaib? Apakah hal-hal ghaib bisa dipelajari?

Insya Allah ringkasan berikut, dapat menjadi pengetahuan dan pedoman kita meluruskan aqidah secara benar. Kami nukilkan dari majalah Al Ashalah Edisi Dzulhijjah 1416 H, artikel yang berjudul ‘Ilmul Ghaib Wa Ahwal Kuhanah Wal ‘Arafin, Ditulis Oleh : Muhammad Abdurrahman Al Khumayyis. Juga kami sertakan ulasan singkat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, yang dinukil dari Majmu’ Fatawa, Jilid 1 hal. 67. Semoga bermafaat. (Redaksi).

BENARKAH DUKUN MENGETAHUI PERKARA GHAIB?
Alhamdulillah, ash shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ba’du;
Sesungguhnya pengetahuan terhadap perkara ghaib termasuk hal yang menjadi rahasia Allah Azza wa Jalla.Termasuk sifat Allah paling khusus, yang tidak ada seorang makhlukpun dapat menyamaiNya. Sebagaimana firmanNya,

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) [Al An’am/6 : 59].

Dan firmanNya,

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [Al Jin/72 : 26-27].

Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dirinya atau orang lain boleh menguasai perkara ghaib, berarti ia telah kafir. Karena perkara ini termasuk perkara yang tidak pernah diberitakan kepada siapapun oleh Allah; tidak kepada para malaikat yang dekat dan tidak juga kepada para rasul yang diutus.

Namun sangat disayangkan, banyak diantara orang awam di sebagian negara-negara Islam yang masih percaya kepada cerita-cerita khurafat dan cerita-cerita syirik orang-orang jahiliyah. Misalnya keyakinan, bahwa ada sebagian orang yang dapat mengetahui perkara ghaib. Seperti : dukun, tukang tenung atau yang sejenisnya. Kenyataan ini bisa didapati pada banyak negara Islam. Ini adalah kekeliruan yang sangat berbahaya dalam aqidah, karena merupakan perbuatan menyekutukan Allah dengan selainNya dalam hal yang menjadi kekhususan Allah, yaitu mengetahui perkara ghaib.

Dalam sebuah hadits,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung atau dukun, lalu ia percaya dengan apa yang dikatakan dukun atau tukang tenung itu, berarti ia telah kafir dengan apa yang telah diturunkan kepada Muhammad. [HR. Imam Ahmad]

Dukun-dukun itu telah banyak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Masyarakat telah mengeluarkan banyak harta demi mendapatkan ilmu ghaib –menurut sangkaan mereka- dan terkadang sang dukun memberitahukan kepada mereka beberapa perkara, sebagiannya (kebetulan-pent) benar dan sebagiannya lagi bohong. Bahkan sebagian besar adalah bohong. Sehingga terbaliklah tolok ukur kehidupannya, yaitu banyak orang mengatur hidup mereka berdasarkan saran-saran yang disampaikan oleh sang pendusta yang mengaku mengetahui perkara ghaib.

Allah berfirman kepada NabiNya,

قُل لآَّأَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَاشَآءَ اللهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَامَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah,”Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. [Al A’raf/7 : 188].

Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mengetahui perkara ghaib, bahkan dengan terus terang beliau menafikan hal itu atas dirinya, maka orang selain beliau pasti tidak lebih tahu. Karena Beliau n lebih berhak daripada mereka. Beliau adalah anak keturunan Adam yang paling afdhal secara mutlak. Ketika ada nash yang menyatakan, bahwa beliau tidak mengetahui perkara ghaib, maka selain beliau pasti lebih tidak tahu lagi.

Tergelincirnya banyak orang ke dalam kesalahan berbahaya ini, disebabkan oleh beberapa berita yang mereka lihat ‘benar’, yang berasal dari para pendusta itu. Sehingga keyakinan mereka semakin kuat, dan selanjutnya mempercayai cerita-cerita sang dukun berikutnya.

Begitulah pintu kedustaan dan dajjal menjadi semakin terbuka. Para pendusta inipun menjelma menjadi wali-wali Allah (menurut dugaan mereka). Orang-orang awam –(bodoh) itu melupakan banyak hal. Diantaranya :

1. Bahwa pengetahuan tentang perkara ghaib, termasuk perkara yang hanya diketahui oleh Allah. Bahkan sebagian pemberitaan para nabi terhadap perkara ghaib, semua itu hanyalah berdasarkan apa yang Allah beritakan kepada mereka dan bukan karena usaha mereka sendiri. Sebagaimana firman Allah,

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [Al Jin/72 : 26,27].

2. Bahwa kebanyakan orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib bukanlah orang baik-baik dan bertakwa. Bahkan ada diantara mereka yang fajir (penjahat) lagi zindiq. Mereka berkubang dalam banyak perbuatan yang diharamkan seperti berkhalwat (berdua-duaan) dengan wanita yang halal dinikah, mengkonsumsi makanan haram dan lain-lain. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa kabar-kabar tentang sebagian perkara ghaib kadang bersumber dari orang yang tidak shalih, bahkan non muslim. Bagaimana mungkin mereka ini bisa menjadi wali-wali Allah?

3. Seandainya mengetahui hal yang ghaib itu merupakan buah dari keimanan yang benar, tentunya orang yang paling berhak ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menafikan hal itu terhadap diri

4. Seandainya orang-orang ini benar dalam pengakuannya, yaitu mengetahui perkara ghaib, tentu mereka akan menghindarkan diri dari bencana-bencana atau kejahatan yang terkadang menimpa mereka.

Adapun mengenai jalan yang ditempuh oleh para pendusta ini -sehingga bisa memberitakan sebagian perkara ghaib- yaitu sebagai berikut :

1. Sebagian mereka mempunyai hubungan dengan jin. Jin-jin ini menyampaikan kepada si dukun sebagian berita benar yang dicuri oleh sang jin. Kemudian sang dukun ini membuat seratus kedustaan. Sebagaimana dalam sebuah hadits,

قَالَتْ عَائِشَةُ زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أُنَاسٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُهَّانِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسُوا بِشَيْءٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ أَحْيَانًا بِالشَّيْءِ يَكُونُ حَقًّا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيُقِرُّهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ فَيَخْلِطُونَ فِيهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ

Aisyah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Ada sekelompok orang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masalah tukang dukun,” Beliau menjawab,“Mereka tidak ada apa-apanya.” Orang-orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, terkadang mereka membicarakan sesuatu yang benar.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,“Itulah sebuah kalimat kebenaran yang dicuri oleh jin, lalu disampaikan kepada telinga walinya, lalu wali-wali jin ini mencampurinya dengan seratus kedustaan.

2. Sebagian orang terkadang memiliki firasat atau kemampuan untuk membaca apa yang sedang bergejolak dalam hati seseorang yang sedang berada di depannya. Lalu, ia memberitahukan sebagian saja sehingga ia menjadi kagum dan mengira, bahwa si penebak tadi seorang wali. Padahal kemampuan seperti ini bisa didapatkan dan dimiliki oleh orang-orang kafir di negeri-negeri mereka. Bisa juga dimiliki oleh sebagian psikolog atau selain mereka.

3. Sebagian dukun itu juga meminta bantuan kepada pembantu-pembantunya yang menyelinap di tengah masyarakat. Sehingga bisa mengetahui nama seseorang atau sedikit tentang riwayat hidupnya, atau sesuatu yang ingin diketahuinya.

Jika sudah tahu, ia lalu menyampaikan berita tersebut kepada ‘sang dajjal’ (dalam hal ini dukun). Dengan modal berita, sang dukun menghadapi orang-orang yang tidak tahu, sehingga dianggapnya mengetahui semua perkara yang telah lewat. Karena itu, semua ucapannya tentang apa-apa yang akan datang dan masalah ghaibiyah menjadi bisa di terima.

Sebagai penutup. Saya ingatkan kepada kaum muslimin, agar jangan merusak agamanya, akidahnya, dunianya dan akhiratnya dengan mendatangi dukun atau tukang tenung, meminta pendapat mereka maupun mempercayai mereka. Semua itu merupakan kekufuran.

Mereka wajib bertaubat kepada Allah dari perbuatan tersebut, jika mereka sudah terlanjur tergelincir dalam perbuatan seperti itu.

Mereka wajib mengoreksi kembali akidahnya. Mengetahui hal-hal yang bisa memperbaiki dan hal yang bisa merusak. Ini merupakan kewajiban yang paling mendasar. Wallahu min wara’ al qhasd.

HUKUM ORANG YANG MENGAKU MENGETAHUI PERKARA GHAIB
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya tentang hukum orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib. Maka, beliau menjawab sebagai berikut.

Orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib, berarti ia telah kafir. Sebab, ia telah mendustakan Allah Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَايَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah,”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. [An Naml/27 : 65].

Apabila Allah Azza wa Jalla telah menyuruh NabiNya; Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengumumkan kepada khalayak, bahwa tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib, kecuali Allah; maka orang yang mengaku mengetahuinya, berarti ia telah mendustkan Allah. Kita katakan kepada orang-orang ini,“Bagaimana mungkin kalian mengetahui yang ghaib, padahal Nabi n tidak mengetahuinya? Apakah kalian lebih mulia, ataukah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Jika mereka menjawab,”Kami lebih mulia,” berarti mereka telah kafir akibat dari perkataannya ini. Jika mereka menjawab,”Dia lebih mulia,” maka kita katakan,”Kenapa dia tidak mengetahui yang ghaib, sedangkan kalian bisa mengetahuinya?” Padahal Allah Azza wa Jalla berfirman,

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [Al Jin/72 : 26,27].

Inilah ayat kedua yang menunjukkan kekufuran orang-orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib. Padahal Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan NabiNya; Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menngumumkan kepada khalayak dengan firmanNya,

قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآأَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَايُوحَى إِلَيَّ

Katakanlah,”Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu, bahwa aku ini Malaikat. Aku tidak mengikuti, kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku. [Al An’am : 50].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1916-dukun-dan-perkara-ghaib.html